Selasa, 18 Februari 2014

Hukum Perikemanusiaan Internasional-I

Hukum Perikemanusiaan Internasional-I

Apa yang dimaksud dengan Hukum Perikemanusiaan Internasional?
Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah seperangkat aturan yang karena alasan kemanusiaan dibuat untuk membatasi akibat-akibat dari pertikaian bersenjata. Hukum ini melindungi mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertikaian dan membatasi cara-cara dan metode peperangan. Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah istilah yang digunakan oleh Palang Merah Indonesia untuk Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law). Istilah lain dari Hukum Humaniter Internasional ini adalah “Hukum Perang” (Law of War) dan “Hukum Konflik Bersenjata” (Law of Armed Conflict).

Darimana asal Hukum Perikemanusiaan Internasional?
Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah bagian dari hukum internasional. Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara. Hukum internasional dapat ditemui dalam perjanjian-perjanjian yang disepakati antara negara-negara sering disebut traktat atau konvensi dan secara prinsip dan praktis negara menerimanya sebagai kewajiban hukum.
Dalam sejarahnya hukum perikemanusiaan internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan modern dari hukum tersebut dimulai pada abad ke-19. Sejak itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, berdasarkan pengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum itu mewakili suatu keseimbangan antara tuntutan kemanusiaan dan kebutuhan militer dari negara-negara. Seiring dengan berkembangannya komunitas internasional sejumlah negara di seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas perkembangan hukum perikemanusiaan internasional. Dewasa ini hukum perikemanusiaan internasional diakui sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar universal.

Kapan Hukum Perikemanusiaan Internasional berlaku?
Hukum perikemanusiaan internasional hanya berlaku pada saat terjadi pertikaian bersenjata. Hukum tersebut tidak dapat diterapkan pada kekacauan dalam negeri seperti tindakan-tindakan kekerasan yang terisolasi. Hukum perikemanusiaan internasional juga tidak mengatur apakah suatu negara dapat menggunakan kekuatan (militernya) karena hal ini diatur oleh aturan berbeda (namun sama pentingnya) yaitu hukum internasional yang terdapat dalam Piagam PBB. Hukum perikemanusiaan internasional hanya berlaku pada saat suatu konflik dimulai dan berlaku sama kepada semua pihak tanpa memandang siapa yang memulai pertikaian.

Hukum perikemanusiaan internasional membedakan antara pertikaian bersenjata internasional dan pertikaian bersenjata internal (dalam negeri). Pertikaian bersenjata internasional adalah pertikaian yang sedikitnya melibatkan dua negara. Pertikaian seperti itu tunduk pada aturan yang lebih luas termasuk diatur dalam empat Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan pertama. Aturan yang lebih terbatas berlaku bagi pertikaian bersenjata internal-khususnya yang ditetapkan dalam Pasal 3 dari setiap ke-empat Konvensi Jenewa dan Prokokol Tambahan kedua. Namun di dalam pertikaian bersenjata internal, seperti halnya dalam pertikaian bersenjata internasional, semua pihak harus mematuhi hukum perikemanusiaan internasional.

Adalah penting untuk membedakan antara hukum perikemanusiaan internasional dengan hukum hak asasi manusia. Meski beberapa aturan dari keduanya ada yang sama, kedua hukum ini telah berkembang secara terpisah dan terdapat dalam perjanjian yang berbeda. Secara khusus hukum hak asasi manusia, tidak seperti hukum perikemanusiaan internasional, berlaku pada masa damai dan banyak aturannya mungkin ditangguhkan selama suatu pertikaian bersenjata berlangsung.
Hukum Perikemanusiaan Internasional mengatur hal – hal sebagai berikut
-Perlindungan terhadap anggota angkatan perang yang luka, sakit baik dari pihak musuh maupun tentara dari pihak sendiri.
-Perlindungan terhadap penduduk sipil khususnya yang diduduki oleh pihak musuh.
-Mengatur cara memulai perang dengan sah.
-Mengatur pembatasan-pembatasan alat dan cara-cara perang sehingga tidak menjadi perang bebas.

Tujuan Hukum Perikemanusiaan Internasional
Apabila terpaksa terjadi perang maka HPI mengatur agar perang dan akibat yang ditimbulkan lebih manusiawi. Maksudnya bahwa dalam perang ada batasan tertentu, seperti :
-Sasaran perang hanya obyek militer.
-Obyek sipil,pemukiman penduduk dan sebagainya tidak boleh diserang.
-Tidak boleh / dilarang untuk menggunakan alat maupun senjata perang tertentu, seperti senjata nuklir,biologi dan kimia.

Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949
Terdiri dari empat konvensi yang sebelumnya telah mengalami beberapa kali penyempurnaan. Keempat Konvensi tersebut adalah sebagai berikut :
-Konvensi I
Perlindungan terhadap angkatan perang di darat yang terluka dan sakit, para dokter, perawat serta petugas di bidang agama.
-Konvensi II
Perlindungan kepada para korban,orang sakit, petugas kesehatan dan petugas agama dari angkatan laut serta kapal perang yang kandas.
-Konvensi III
Perlindungan terhadap tawanan perang.
-Konvensi IV
Perlindungan terhadap orang-orng sipil di masa perang ataupun pendudukan.

Dalam keempat konvensi tersebut telah dicantumkan mengenai pertolongan, namun dalam pengembangannya dilengkapi dengan ketentuan tambahan yang isinya lebih luas daripada Konvensi Jenewa 1949, yang disebut dengan protokol tambahan yang disahkan dalam suatu Konferensi Diplomat tanggal 8 Juni 1977, yaitu :
-Protokol I
Pertolongan diterapkan pada pertikaian bersenjata Internasional ( diikuti 157 negara ).
-Protokol II
Pertolongan yang diterapkan pada pertikaian bersenjata non internasional (diikuti 150 negara).
-Protokol III
(2005) pengesahan dan pengakuan Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan.

Aturan Dasar Hukum Perikemanusiaan Internasional
ICRC telah memformulasikan tujuh aturan yang mencakup inti dari Hukum Perikmanusiaan Internasional. Aturan-aturan ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti sebuah perangkat hukum internasional dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan perjanjian-perjanjian yang berlaku.

  1. Orang yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil bagian dalam pertikaian patut memperoleh penghormatan atas hidupnya, atas keutuhan harga diri dan fisiknya. Dalam setiap kondisi mereka harus dilindungi dan diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan berdasarkan apapun.
  2. Dilarang untuk membunuh atau melukai lawan yang menyerah atau yang tidak dapat lagi ikut serta dalam pertempuran. 
  3. Mereka yang terluka dan yang sakit harus dikumpulkan dan dirawat oleh pihak bertikai yang menguasai mereka. Personil medis, sarana medis, transportasi medis dan peralatan medis harus lindungi. Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah di atas dasar putih adalah tanda perlindungan atas personil dan obyek tertentu dan harus dihormati. 
  4. Kombatan dan penduduk sipil yang berada dibawah penguasaan pihak lawan berhak memperoleh penghormatan atas hidup, harga diri, hak pribadi, keyakinan politik, agama dan keyakinan lainnya. Mereka harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan ataupun balas dendam. Mereka berhak berkomunikasi dengan keluarganya serta berhak menerima bantuan. 
  5. Setiap orang berhak atas jaminan peradilan dan tak seorangpun dapat dituntut untuk bertanggungjawab atas suatu tindakan yang dilakukannya. Tidak seorangpun dapat dijadikan sasaran penyiksaan fisik maupun mental atau hukuman badan yang kejam yang merendahkan martabat ataupun perlakuan lainnya.
  6. Tidak satu pun pihak bertikai maupun anggota angkatan bersenjatanya mempunyai hak tak terbatas untuk memilih cara dan alat berperang. Dilarang untuk menggunakan alat dan cara berperang yang berpotensi mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang tak perlu. 
  7. Pihak bertikai harus selalu membedakan antara penduduk sipil dan kombatan dalam rangka melindungi penduduk sipil dan hak milik mereka. Penduduk sipil baik secara keseluruhan maupun perseorangan tidak boleh diserang. Penyerangan hanya boleh dilakukan semata-mata kepada obyek militer.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar