Hukum Perikemanusiaan Internasional-I
Apa yang dimaksud dengan Hukum Perikemanusiaan Internasional?
Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah seperangkat aturan yang
karena alasan kemanusiaan dibuat untuk membatasi akibat-akibat dari
pertikaian bersenjata. Hukum ini melindungi mereka yang tidak atau tidak
lagi terlibat dalam pertikaian dan membatasi cara-cara dan metode
peperangan. Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah istilah yang
digunakan oleh Palang Merah Indonesia untuk Hukum Humaniter
Internasional (International Humanitarian Law). Istilah lain dari Hukum
Humaniter Internasional ini adalah “Hukum Perang” (Law of War) dan
“Hukum Konflik Bersenjata” (Law of Armed Conflict).
Darimana asal Hukum Perikemanusiaan Internasional?
Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah bagian dari hukum
internasional. Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan
antara negara. Hukum internasional dapat ditemui dalam
perjanjian-perjanjian yang disepakati antara negara-negara sering
disebut traktat atau konvensi dan secara prinsip dan praktis negara
menerimanya sebagai kewajiban hukum.
Dalam sejarahnya hukum perikemanusiaan internasional dapat ditemukan
dalam aturan-aturan keagamaan dan kebudayaan di seluruh dunia.
Perkembangan modern dari hukum tersebut dimulai pada abad ke-19. Sejak
itu, negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis,
berdasarkan pengalaman pahit atas peperangan modern. Hukum itu mewakili
suatu keseimbangan antara tuntutan kemanusiaan dan kebutuhan militer
dari negara-negara. Seiring dengan berkembangannya komunitas
internasional sejumlah negara di seluruh dunia telah memberikan
sumbangan atas perkembangan hukum perikemanusiaan internasional. Dewasa
ini hukum perikemanusiaan internasional diakui sebagai suatu sistem
hukum yang benar-benar universal.
Kapan Hukum Perikemanusiaan Internasional berlaku?
Hukum perikemanusiaan internasional hanya berlaku pada saat terjadi
pertikaian bersenjata. Hukum tersebut tidak dapat diterapkan pada
kekacauan dalam negeri seperti tindakan-tindakan kekerasan yang
terisolasi. Hukum perikemanusiaan internasional juga tidak mengatur
apakah suatu negara dapat menggunakan kekuatan (militernya) karena hal
ini diatur oleh aturan berbeda (namun sama pentingnya) yaitu hukum
internasional yang terdapat dalam Piagam PBB. Hukum perikemanusiaan
internasional hanya berlaku pada saat suatu konflik dimulai dan berlaku
sama kepada semua pihak tanpa memandang siapa yang memulai pertikaian.
Hukum perikemanusiaan internasional membedakan antara pertikaian
bersenjata internasional dan pertikaian bersenjata internal (dalam
negeri). Pertikaian bersenjata internasional adalah pertikaian yang
sedikitnya melibatkan dua negara. Pertikaian seperti itu tunduk pada
aturan yang lebih luas termasuk diatur dalam empat Konvensi Jenewa dan
Protokol Tambahan pertama. Aturan yang lebih terbatas berlaku bagi
pertikaian bersenjata internal-khususnya yang ditetapkan dalam Pasal 3
dari setiap ke-empat Konvensi Jenewa dan Prokokol Tambahan kedua. Namun
di dalam pertikaian bersenjata internal, seperti halnya dalam pertikaian
bersenjata internasional, semua pihak harus mematuhi hukum
perikemanusiaan internasional.
Adalah penting untuk membedakan antara hukum perikemanusiaan
internasional dengan hukum hak asasi manusia. Meski beberapa aturan dari
keduanya ada yang sama, kedua hukum ini telah berkembang secara
terpisah dan terdapat dalam perjanjian yang berbeda. Secara khusus hukum
hak asasi manusia, tidak seperti hukum perikemanusiaan internasional,
berlaku pada masa damai dan banyak aturannya mungkin ditangguhkan selama
suatu pertikaian bersenjata berlangsung.
Hukum Perikemanusiaan Internasional mengatur hal – hal sebagai berikut
-Perlindungan terhadap anggota angkatan perang yang luka, sakit baik dari pihak musuh maupun tentara dari pihak sendiri.
-Perlindungan terhadap penduduk sipil khususnya yang diduduki oleh pihak musuh.
-Mengatur cara memulai perang dengan sah.
-Mengatur pembatasan-pembatasan alat dan cara-cara perang sehingga tidak menjadi perang bebas.
Tujuan Hukum Perikemanusiaan Internasional
Apabila terpaksa terjadi perang maka HPI mengatur agar perang dan akibat
yang ditimbulkan lebih manusiawi. Maksudnya bahwa dalam perang ada
batasan tertentu, seperti :
-Sasaran perang hanya obyek militer.
-Obyek sipil,pemukiman penduduk dan sebagainya tidak boleh diserang.
-Tidak boleh / dilarang untuk menggunakan alat maupun senjata perang tertentu, seperti senjata nuklir,biologi dan kimia.
Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949
Terdiri dari empat konvensi yang sebelumnya telah mengalami beberapa
kali penyempurnaan. Keempat Konvensi tersebut adalah sebagai berikut :
-Konvensi I
Perlindungan terhadap angkatan perang di darat yang terluka dan sakit, para dokter, perawat serta petugas di bidang agama.
-Konvensi II
Perlindungan kepada para korban,orang sakit, petugas kesehatan dan
petugas agama dari angkatan laut serta kapal perang yang kandas.
-Konvensi III
Perlindungan terhadap tawanan perang.
-Konvensi IV
Perlindungan terhadap orang-orng sipil di masa perang ataupun pendudukan.
Dalam keempat konvensi tersebut telah dicantumkan mengenai pertolongan,
namun dalam pengembangannya dilengkapi dengan ketentuan tambahan yang
isinya lebih luas daripada Konvensi Jenewa 1949, yang disebut dengan
protokol tambahan yang disahkan dalam suatu Konferensi Diplomat tanggal 8
Juni 1977, yaitu :
-Protokol I
Pertolongan diterapkan pada pertikaian bersenjata Internasional ( diikuti 157 negara ).
-Protokol II
Pertolongan yang diterapkan pada pertikaian bersenjata non internasional (diikuti 150 negara).
-Protokol III
(2005) pengesahan dan pengakuan Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan.
Aturan Dasar Hukum Perikemanusiaan Internasional
ICRC telah memformulasikan tujuh aturan yang mencakup inti dari Hukum
Perikmanusiaan Internasional. Aturan-aturan ini tidak memiliki kekuatan
hukum seperti sebuah perangkat hukum internasional dan tidak dimaksudkan
untuk menggantikan perjanjian-perjanjian yang berlaku.
- Orang yang tidak atau tidak dapat lagi mengambil bagian dalam
pertikaian patut memperoleh penghormatan atas hidupnya, atas keutuhan
harga diri dan fisiknya. Dalam setiap kondisi mereka harus dilindungi
dan diperlakukan secara manusiawi, tanpa pembedaan berdasarkan apapun.
- Dilarang untuk membunuh atau melukai lawan yang menyerah atau yang tidak
dapat lagi ikut serta dalam pertempuran.
- Mereka yang terluka dan yang sakit harus dikumpulkan dan dirawat
oleh pihak bertikai yang menguasai mereka. Personil medis, sarana medis,
transportasi medis dan peralatan medis harus lindungi. Lambang Palang
Merah atau Bulan Sabit Merah di atas dasar putih adalah tanda
perlindungan atas personil dan obyek tertentu dan harus dihormati.
- Kombatan dan penduduk sipil yang berada dibawah penguasaan pihak
lawan berhak memperoleh penghormatan atas hidup, harga diri, hak
pribadi, keyakinan politik, agama dan keyakinan lainnya. Mereka harus
dilindungi dari segala bentuk kekerasan ataupun balas dendam. Mereka
berhak berkomunikasi dengan keluarganya serta berhak menerima bantuan.
- Setiap orang berhak atas jaminan peradilan dan tak seorangpun dapat
dituntut untuk bertanggungjawab atas suatu tindakan yang dilakukannya.
Tidak seorangpun dapat dijadikan sasaran penyiksaan fisik maupun mental
atau hukuman badan yang kejam yang merendahkan martabat ataupun
perlakuan lainnya.
- Tidak satu pun pihak bertikai maupun anggota angkatan bersenjatanya
mempunyai hak tak terbatas untuk memilih cara dan alat berperang.
Dilarang untuk menggunakan alat dan cara berperang yang berpotensi
mengakibatkan penderitaan dan kerugian yang tak perlu.
- Pihak bertikai harus selalu membedakan antara penduduk sipil dan
kombatan dalam rangka melindungi penduduk sipil dan hak milik mereka.
Penduduk sipil baik secara keseluruhan maupun perseorangan tidak boleh
diserang. Penyerangan hanya boleh dilakukan semata-mata kepada obyek
militer.
Hukum Perikemanusiaan Internasional-II
Hukum ialah peraturan, ketentuan atau perjanjian yang sah dan mengikat,
mungkin individu, kelompok, organisasi, ataupun Negara dan penerapannya,
jika perlu dapat dilakukan dengan paksa. Hukum internasional ialah
hukum yang ditetapkan oleh sejumlah Negara untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang terdapat antar Negara di dunia dan hanya berlaku
bagi Negara-negara peserta. Jika ada satu Negara yang ingin menjadi
peserta harus mengajukan permohonan.
Hukum Perikemanusiaan ialah hukum yang berazaskan rasa kemanusiaan yang
beradab selaku Makhluk Ciptaan Tuhan, yang mencegah perbuatan
semena-mena guna melindungi manusia dari tindakan kejam dan untuk
menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu damai
maupun pada waktu terjadinya persengketaan bersenjata antar Negara
peserta maupun yang tedapat didalam suatu Negara.
Hukum Perikemanusiaan Internasional ialah hukum perikemanusiaan yang
ditetapkan oleh suatu konfrensi diplomatic internasional dan hanya
berlaku bagi Negara-negara peserta. Jika suatu Negara hendak menjadi
peserta maka harus terlebih dahulu mengajukan permohonan. Sedangkan
suatu negara yang telah menjadi peserta tetapi berkehendak untuk keluar
dari status sebagai peserta berkewajiban memberitahukan dan menyampaikan
peryataan.
Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah ialah Perhimpunan
Nasional yang sudah memenuhi dan mematuhi persyaratan yang termuat
didalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional dan sudah diakui oleh Pemerintah
Negara yang bersangkutan dan oleh Komite Internasional Palang Merah di
Jenewa.
Konferensi Internasional adalah konferensi yang pesertanya berasal dari
sejumlah Negara untuk menetapkan sesuatu berdasarkan kepentingan
bersama. Statusnya ada yang bersifat diplomatik mewakili pemerintah yang
bersangkutan dan yang bersifat bukan bersifat diplomatik mewakili
instansi/organisasi/lembaga non pemerintah dan sebagainya.
Konvensi Intenasional adalah keputusan/kesepakatan yang ditetapkan dalam
konferensi diplomatik internasional yang Negara pesertanya terikat
untuk melaksanakan setelah Negara yang bersangkutan meratifikasi.
Deklarasi adalah peryataan bersama yang ditetapkan dalam suatu
konperensi diplomatic internasional yang Negara pesertanya terikat untuk
melaksanakan setelah Negara yang bersangkutan meratifikasi. Protokol
adalah suatu keputusan konperensi diplomatic internasional yang isinya
berkaitan dengan suatu konvensi yang sebelumnya sudah ada dan Negara
peserta terikat untuk melaksanakannya setelah Negara yang bersangkutan
meretatifikasi.
Sejarah HPI
Untuk melindungi manusia terhadap kejahatan perang bukanlah suatu
gagasan baru, dimasa lalu, beberapa peraturan kemanusiaan telah
dihormati karena kebiasaan, dipaksakan oleh para pemimpin atau merupakan
bagian perjanjian yang singkat. Pada abad ke-19 ditandai dengan
perkembangan industri yang cepat dan angkatan perangpun dilengkapi
persenjataan maut, karena alasan tersebut maka :
1859 Perang di Solferino, Italia.
Adalah suatu peperangan yang paling mengerikan dalam sejarah, lebih dari 50.000 tentara terbunuh atau terluka dalam sehari.
1862 Kenangan dari Solferino.
Buku yang ditulis Henry Dunant yang mengemparkan dunia.
1863 Konperensi Jenewa Tahun 1863.
Ahli-ahli dari 16 negara bertemu di Jenewa, Swiss dan melahirkan Palang Merah Nasional.
1864 Konperensi Jenewa 1864.
Suatu konperensi Diplomatic International yang diadakan di Jenewa, Swiss
dan menyetujui suatu perjanjian untuk perlindungan bagi tentara yang
luka dan Palang Merah sebagai lambang perlindungan bagi bagian medis
angkatan perang.
1869 Deklarasi St. Petersburg.
Perjanjian resmi pertama yang melarang mengunakan beberapa jenis senjata di medan perang.
1874 Konperensi Brussel.
Usaha pertama yang menyusun hukum perang.
1876 Lambang Bulan Sabit Merah.
Mulai dipergunakan Turki, lambang ini sama nilai dan artinya dengan Palang Merah.
1880 Buku pedoman Oxford
Suatu kumpulan peraturan adat (disusun oleh gustave Moynier untuk Institut Hukum Internasional).
1899 Konperensi Den Haag pertama.
Mempunyai tujuan untuk menjamin perdamaian abadi dan untuk membatasi perkembangan peralatan perang.
Tiga Konvensi
1. Konvensi menyesuaikan perdamaian pada pertikaian internasional.
2. Konvensi tentang hukum dan tata cara perang di darat.
3. Penyesuaian Konvensi Jenewa tahun 1864 tentang peperangan laut.
Tiga Deklarasi
1. Melarang peluncuran proyektil dari balon udara.
2. Melarang penggunaan senjata tempur gas.
3. Melarang penggunaan peluru “dum-dum” (peluru yang dapat pecah dalam tubuh manusia.
Revisi pertama Konvensi Jenewa.
1907 Konperensi Den Haag ke Dua.
Penyempurnaan ketiga konvensi tahun 1899 dan menyetujui 10 konvensi baru
dan sejumlah peraturan. Beberapa pemerintah tidak pernah meratifikasi
Konvensi Den Haag ini, konperensi ketiga telah diusulkan, tetapi tak
pernah terlaksana karena tahun 1914-1918 terjadi perang dunia pertama.
Dalam perang ini dipergunakan senjata untuk menghancurkan manusia secara
masal, seperti senjata gas dan penderitaan yang harus ditanggung oleh
para tawanan perang membuat hukum Jenewa harus direvisi. Setelah perang
berakhir para pemerintah mencoba untuk menghimpun dunia melalui “Liga
Bangsa-bangsa” dan mengajukan Hukum Perdamaian dan bukannya pengembangan
Hukum Perang.
1919 Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
Sampai akhir perang dunia pertama, perhimpunan nasional menggunakan
sumber mereka sendiri untuk membantu korban perang. menyadari dari
pengalaman dan nilai kehormatan yang mereka dapatkan pada masa perang
mereka mengembangkan kegiatan-kegiatan pada masa damai, seperti
memberikan bantuan pada korban bencana alam, pertolongan pertama pada
kecelakaan, program donor darah serta merekapun membentuk perhimpunan
sendiri.
1925 Protokol Jenewa.
Melarang menggunakan gas dalam pertempuran (berhubungan dengan Hukum Den Haag).
1928 Undang-undang dari Gerakan Palang Merah Internasional.
Menetapkan peranan ICRC, peranan Federasi Internasional dan Perhimpunan
nasional dan menghimpun mereka dalam organisasi internasional dengan
wewenang legistatif tertinggi pada : KONPERENSI INTERNASIONAL GERAKAN
PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH. Para peserta konperensi terdiri dari
perwakilan ICRC, Federasi Internasional, Perhimpunan Nasional dan
Negara-negara yang Serikat Konvensi Jenewa.
1929 Konvensi Jenewa.
Melindungi yang terluka, yang sakit dan melindungi peraturan konvensi Den Haag tentang tawanan perang.
1939 – 1945 Perang Dunia ke Dua.
Gagasan ICRC untuk mengadakan Konvensi tentang perlindungan penduduk
sipil pada masa perang harus ditunda karena meletusnya perang dunia ke
dua.
1945 Perserikatan Bangsa-bangsa.
Melarang perang antar Negara, dengan tiga pengucalian :
1. Bela diri perorangan atau kelompok.
2. Perang kemerdekaan melawan kekuasaan penjajah atau rezim yang resialis.
3. Perserikatan bangsa-bangsa untuk mengembalikan perdamian dan keamanan internasional.
1948 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia.
1949 Keempat konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus.
Yang memberikan perlindungan terhadap :
Konvensi I Korban yang terluka dan sakit di darat.
Konvensi II Orang yang terluka, sakit, dan korban kapal karam di laut.
Konvensi III Tawanan perang.
Konvensi IV Penduduk sipil.
1966 Perjanjian Internasional tentang hak Azasi Manusia.
1. Perjanjian internasional untuk hak-hak Ekonomi, social dan kebudayan.
2. Perjanjian Internasional untuk hak-hak sipil dan politik.
1977 Protokol Tambahan pada Konvensi Jenewa Tahun 1949.
Pada tanggl 10 Juni 1977 dua protocol ditambahkan pada konvensi Jenewa.
1. Protokol I Pertikaian internasional.
2. Protokol II Perikaian yang bersifat non Internasional/ pertikaian dalam suatu Negara.
PRINSIP-PRINSIP DASAR HPI
Hukum perikemanusiaan internasional terdiri dari sejumlah perjanjian
dengan pasal-pasal yang menjelaskan secara mendetail hak dan kewajiban
Negara, pasukan tempur, penduduk sipil dan organisasi kemanusiaan.
PENYEBARLUASAN
Pemerintah berkewajiban untuk menyebarluaskan HPI seluas mungkin.
Perhimpunan Palang Merah Nasional dan Bulan Sabit Nasional harus
membantu pemerintah dalam tugas ini. Semua anggota angkatan perang harus
diintruksikan dan dilatih untuk menghormati HPI didalam semua
keadaan/kesempatan. Semua lapisan masyarakat harus mendapatkan
pengetahuan dan memahami HPI.
Perbedaan yang jelas antara Pasukan yang Bertempur dan yang tidak Bertempur
Pasukan tempur diharus untuk membedakan diri dengan populasi sipil.
Sasaran militer harus dijauhkan dari populasi sipil dan tempat-tempat
yang dilindungi.
PEMBATASAN-PEMBATASAN
Persenjataan dan metode perang yang mengakibatkan kehancuran dan
kehilangan yang tidak perlu atau penderitaan yang berlebihan adalah
dilarang. Pelanggaran dan penyalahgunaan lambang perlindungan, seperti
lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, bendera putih, harus
dihindari disetiap waktu dan di setiap tempat. Benda-benda budaya dan
instalasi-instalasi yang mengandung kekuatan/energi yang berbahaya harus
dibawah proteksi/perlindungan khusus.
PERATURAN-PERATURAN KONFRONTASI
PENCEGAHAN
Serangan harus semata-mata diarahkan pada sasaran militer. Tidak dapat
seorangpun yang dilindungi dapat digunakan sebagai perisai agar pada
tempat tertentu menjadi kebak terhadap serangan militer dengan
keberadaan mereka. Setiap pencegahan harus dilaksanakan untuk
menghindari atau mengurangi kerugian dan kerusakan sipil.
HORMAT PADA ORANG-ORANG YANG DILINDUNGI
Orang-orang yang tidak terlibat langsung dalam suatu permusuhan,
termasuk pihak musuh yang tidak mampu bertempur (terluka, sakit,
tawanan) harus diperlakukan secara manusiawi. Pembunuhan, penyiksaan,
pemotongan anggota badan, tindakan memperlakukan harkat manusia,
tindakan kejam dan merendahkan martabat manusia adalah dilarang di
setiap waktu dan di setiap tempat. Dilarang untuk membuat penduduk sipil
menderita kelaparan dan menghancurkan fasilitas yang penting untuk
kelangsungan hidup mereka dan menyebabkan kerusakan yang parah dan
berjangka waktu lama bagi lingkungan hidup. Dilarang melakukan
penjarahan dan penghancuran
yang tidak perlu.
BANTUAN
Yang terluka, sakit dan harus dikumpulkan dan dirawat, teman maupun
musuh diperlakukan sama. Tindakan perlindungan dan bantuan untuk para
korban harus diijinkan. Orang-orang, kendaraan, dan instalasi yang
ditandai dengan lambing Palang Merah atau Bulan Sabit Merah tidak boleh
diserang, pekerjaan mereka harus diberi kemudahan. Tawanan perang dan
rakyat sipil yang diinternir harus diijinkan untuk berkorespondensi
dengan keluarga mereka.
SUPERVISI DAN SANKSI
Pemerintah bukan hanya berkewajiban untuk menghormati HPI tetapi
memastikan untuk mematuhinya. Mereka harus membuat undang-undang yang
diperlukan dalam memberikan hukuman/sanksi yang efektif untuk orang yang
melanggar HPI. Komite Internasional Palang Merah (ICRC) harus
diberitahu dan diijinkan mengunjungi tawanan perang dan interniram
sipil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar